Cerita di Balik Apron: Ngobrol Santai dengan Barista tentang Suka Duka Jadi ‘Penyambung Lidah’ Petani Kopi

Di balik mesin espresso yang menderu, kita melihat mereka: sosok-sosok cekatan berbalut apron, menimbang, menggiling, dan menuang dengan presisi seorang ahli kimia. Kita menyebut mereka "barista". Bagi kita, mereka adalah penyedia kafein harian. Namun, bagi biji kopi di tangan mereka, mereka adalah harapan terakhir.

Barista adalah ‘penyambung lidah’—juru cerita di hilir yang bertugas menyampaikan seluruh kerja keras petani di hulu.

Kami ‘ngobrol santai’ (secara imajiner, mewakili banyak suara) dengan "Mas Arga," seorang barista senior di sebuah kedai kopi specialty lokal, tentang apa yang sebenarnya terjadi di balik apron yang ia kenakan.

Pesanan Kopi Paling Aneh? "Semua Ada…"

Setiap profesi yang berhadapan langsung dengan pelanggan pasti punya cerita unik. Saat kami bertanya apa pesanan paling aneh yang pernah ia terima, Mas Arga tertawa kecil.

"Banyak," katanya. "Tapi yang paling sering bikin speechless adalah ketika pelanggan meminta sesuatu yang ‘melawan’ karakter biji kopinya."

Dia bercerita, "Pernah ada yang pesan single origin V60 dari biji full-washed Ethiopia yang harganya lumayan, terkenal fruity dan floral. Begitu jadi, dia minta ditambahkan susu kental manis satu saset penuh dan diaduk. Rasanya… saya gagal sebagai ‘penyambung lidah’ hari itu," guraunya.

Suka-dukanya di situ. "Sukanya, kami bisa membuat orang lain senang. Dukanya… terkadang kami harus menahan lidah untuk tidak bilang, ‘Pak, kopinya jangan digituin’."

Miskonsepsi Terbesar: "Cuma Tukang Bikin Kopi"

Ini adalah bagian yang paling ingin diluruskan oleh banyak barista. Ketika kami tanyakan miskonsepsi terbesar tentang profesi mereka, Mas Arga menjawab dengan tegas.

"Miskonsepsi terbesar adalah kami ini pelayan, atau ‘cuma tukang bikin kopi’. Padahal, ini adalah profesi yang butuh ilmu serius."

Menurutnya, banyak orang tidak sadar bahwa barista profesional harus paham extraction theory, kalibrasi grinder, kimia air, hingga sensory skill untuk kalibrasi rasa. "Kami bukan sekadar menekan tombol," ujarnya.

"Lebih dari itu," ia menambahkan, "kami adalah jembatan. Kami harus bisa menjelaskan kenapa kopi ini rasanya seperti nanas, padahal tidak ada nanasnya. Kami harus bisa menceritakan kisah petani di Gayo atau di Kintamani yang memproses kopi ini dengan susah payah. Kalau kami salah seduh, atau gagal bercerita, putuslah cerita itu di meja bar."

Jadi, Apa Arti Secangkir Kopi Bagimu?

Bagi kita, kopi mungkin sekadar bahan bakar untuk memulai hari. Tapi bagi seseorang yang mendedikasikan karirnya di balik meja bar, artinya jauh lebih dalam.

Mas Arga terdiam sejenak sebelum menjawab pertanyaan terakhir kami: "Apa arti secangkir kopi bagimu?"

"Secangkir kopi itu… tanggung jawab," jawabnya pelan.

"Itu adalah puncak dari perjalanan panjang. Ada petani yang mungkin bertaruh dengan cuaca, ada roaster yang pusing mencari profil sangrai terbaik. Tugas saya adalah ‘garis finis’. Saya harus memastikan semua kerja keras mereka tidak sia-sia saat air panas menyentuh bubuk kopi itu."

Baginya, secangkir kopi adalah tentang koneksi. "Saat pelanggan mengangguk dan bilang ‘Wah, enak, Mas. Kok bisa ya rasanya ada kayak tehnya?’, di situlah letak kebahagiaan saya. Itu artinya, ceritanya sampai. Lidah petani sudah tersambung."

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *